Minggu, 14 Juni 2020

MAKAN ITU HAK


Melanjutkan tulisan dari ustad Rendi Syahputra kemarin lusa tentang privilege, sekaligus menjawab mengapa kami di Berkah Box membagi puluhan ribu nasi box gratis setiap pekan, selama enam hari berturut-turut.
Ada yang beberapa netizen yang salah memahami tulisan saya tentang privilege. Bahwa tulisan saya tentang perjuangan mendaki kelas ekonomi dianggap berhaluan faham materialisme.
"Udah lah kang, kesuksesan itu gak selalu tentang harta kok, emangnya kemuliaan hidup itu bisa dinilai dengan miskin atau kaya?"
Sepintas kalimat ini benar, namun ijinkan saya meluruskan.
Begini,...
Benar sekali bahwa kaya dan miskin bukanlah ukuran kemuliaan di pandangan Allah azza wa jalla. Insan yang mulia yang bertaqwa, ada yang bisa jadi miskin, bisa jadi kaya.
Pada tulisan tentang privilege tersebut, yang saya soroti lebih pada standard hidup layak. Kaya dan miskin itu alamiah saja, namun kecukupan hidup sebagai manusia adalah tanggung jawab ekosistem, tanggung jawab kolektif masyarakat, yang sebenarnya terwakilkan dalam institusi yang namanya negara.
Setidaknya ada lima titik kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi,
Akses untuk makan, punya sandang, akses pada hunian, mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan.
Kita gak bicara bahwa setiap orang harus punya mobil, tetapi setiap orang harus bisa makan.
Kita gak bicara setiap orang harus punya rumah ratusan meter persegi, namun kita bicara setiap manusia dalam sebuah ekosistem masyarakat... Harus punya tempat berteduh.
Kita gak bicara setiap manusia harus punya barang-barang mewah, gak, kita bicara tentang akses kesehatan dan pendidikan. Dimanapun level ekonomi saudara kita, mereka harus bisa akses pendidikan dan kesehatan.
Itulah amanah konstitusi. Diatur dalam undang-undang. Faqir miskin dan anak yatim dirawat oleh negara. Kekayaan alam negeri ini digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Inilah juga maqoshid syariah. Inilah juga tujuan dari syariah Islam. Bahwa manusia gak boleh ada yang hidup dibawah garis cukup. Maka ditariklah 2,5% harta yang masuk nishob disetiap tahunnya.
Beban tarikan paksa ini hanya untuk yang kaya, yang hartanya minimal 85 gr emas. Wajib keluarkan 2,5% zakat maal untuk yang hidup dibawah garis cukup. Kita menyebutnya 8 asnaf.
Itulah semangatnya. Itulah pondasi berfikirnya. Makan sebagai kebutuhan dasar sebenarnya bukan sesuatu yang "diperjuangkan mati-matian" didalam masyarakat muslim. Makan itu mudah. Karena dia HAK.
Gagasan pada tulisan kali ini adalah lebih pada membangun kesadaran sosial.
Masyarakat macam apa kita ini? Ada saudara kita yang sekedar makan aja gak bisa. Kucing lapar saja kita kasih makan. Binatang peliharaan saja kita rawat. Sedangkan tetangga kita lapar kita gak berbuat apa-apa?
Kualitas society seperti apakah kita ini? Kita bisa bayar makan di restoran dengan jutaan rupiah sekali bayar, setara dengan anggaran makan satu keluarga miskin satu bulan. Sekali duduk di restoran sekeluarga, itu sebulan anggaran makan keluarga miskin. Dan betapa banyaknya keluarga miskin yang gak bisa makan.
Kualitas layanan negara seperti apakah kita ini? Ketika yang hanya bisa mendapatkan akses pendidikan terbaik adalah yang kaya saja. Miskin ya stop gak bisa kuliah, harus sabar di lulusan SMA, akhirnya jadi kuli lagi, jadi pekerja kelas bawah lagi. Begitu seterusnya.
Manusia seperti apakah kita ini? Ketika ada saudara kita sebangsa yang harus menjalani tindakan medis, harus menunggu sabar, atau tidak ditindak karena tidak ada jaminan biaya.
Kemana itu hasil batu bara yang bikin bolong hutan-hutan kita? Kemana itu hasil kayu? Kemana itu hasil migas ratusan ribu barrel per hari yang puluhan tahun diproduksi?
Gak semua orang harus KAYA itu benar. Tapi semua orang harus hidup CUKUP, itu konsep berfikir yang dituntun Allah pada manusia.
Semua manusia harus bisa makan, harus bisa dapat pakaian, harus bisa punya tempat berteduh, harus bisa akses pendidikan dan harus bisa dapat layanan kesehatan.
*****
Maka mudah menjawab komentar ini,
"Kang, itu jangan dikasih nasi box terus kang, nanti manja, jadi gak mau kerja, jadi malas."
Jawaban pertama, kalo ada saudara kita yang lapar ya dikasih makan. Sangat tidak manusiawi kalo ada saudara kita lapar terus anda suruh kerja.
Kami bisa balik bertanya, pekerjaannya mana? Mereka harus melamar kemana? Siapa yang mau mempekerjakan saudara kita yang low skill? Pendidikan rendah? Siapa?
Jadi, gak ada itu orang malas. Kami setiap hari ngobrol dengan orang miskin. Mereka siap kerja apa aja kok, siap produktif, apa aja mau dikerjain. jadi stop lah ngomong orang miskin itu malas.
Jawaban kedua ada adalah... Apakah benar jika dikasih makan terus akan malas? Sejatinya manusia punya harga diri untuk terus bertumbuh. Setidaknya bantu makan dulu agar saudara dhuafa kita bisa berfikir. Punya tenaga.
Setelah makannya tercukupi, emosi semoga stabil, langkah hidup semoga positif, kohesi sosial diantara kita semoga juga terbangun.
Ini konsep yang diyakini Berkah Box, makan itu HAK. Ia bukan sesuatu yang dilepas kepada mekanisme pasar. Siapa yang gak bisa makan mati, siapa yang bisa makan akan hidup.
"Salah ente lah gak bisa makan, ente males, ente miskin, ente gak sekolah, ente gak punya etos kerja, kalo kelaparan ya kelaparan aja, bukan urusan ane."
Apakah layak seorang manusia berkata demikian?
*****
Bismillah sahabat. Kami di Berkah Box jika mau dikritik sampe ratusan ribu komen, kami gak berhenti ngasih makan sesama. Titik.
Mau dikomenin kayak apapun juga, kami tetap akan bagi nasi box gratis. InsyaAllah, manusia yang punya nurani masih sangat banyak di negeri ini, insyaAllah donatur akan terus nambah.
Terima kasih dialektika diskusinya di FB. Sudah saya tulis semua ya. Sudah saya jawab. Semoga ada pencerahan.
URS - Berkah Box
Donasi WA • 0811 • 216 • 8676 •

Tidak ada komentar:

Posting Komentar